Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Samawi Sentul Vs Samawi Mega Mendung

Sabtu, 14 Juli 2018, 13:51 WIB
Samawi Sentul Vs Samawi Mega Mendung
Habib Hanif Alatas/Net
LUAR biasa. Mungkin ungkapan itu tidak berlebihan ketika ada seorang ulama muda yang berpidato berbahasa Arab dalam sholat Jumat. Berpidato tanpa teks, bahkan ia berbicara dengan intonasi yang relatif sempurna. Apalagi orang yang mengerti bahasa Arab menikmati pidato ulama muda tersebut.

Pidato ulama muda itu disampaikan di hadapan para santri dan sejumlah tamu yang paham bahasa Arab, Jumat 13 Juli 2018, di Mega Mendung, Bogor. Bahkan ada seorang tamu dari Oman begitu tampak memperhatikan pidato ulama muda tersebut dengan seksama. Tamu dari negeri berbahasa Arab itu tak merasa asing dalam sidang khutbah Jumat yang digelar di Markaz Syariah Front Pembela Islam (FPI).

Ulama muda itu mengingatkan khalayak yang hadir dalam sholat Jumat supaya memahami makna ied yang biasa  diartikan dengan makna hari raya. Seraya mengutip apa yang disampaikan Sayidina Ali bin  Abi Talib, ulama muda itu menjelaskan hari raya  tidak terletak pada performa lahir. Karena itu Ali bin Abi Thalib menjelaskan, disebut ied atau hari raya saat manusia berhasil tidak bermaksiat.

Ulama muda yang paras mukanya bercahaya melanjutkan khutbah Jumatnya, dan menjelaskan,  tolok ukur bukan lah performa lahir tapi batin, yakni ketakwaan. Ketika manusia menjaga ketakwaan, maka ia telah berlebaran menikmati hari raya yang sesungguhnya. "Ied itu ketakwaan," tegasnya.

Ulama muda itu adalah menantu Habib Rizieq Shahab yang bernama Habib Hanif Alatas. Meski masih muda, Habib Hanif punya jam terbang yang lumayan tinggi karena hampir setiap hari tidak kosong dari jadwal dakwah di berbagai daerah.

Pidato-pidato ulama muda itu bisa dikatakan mewakili Habib Rizieq bahkan cukup mempengaruhi suara di sejumlah pilkada seperti Kalbar yang memenangkan calon muslim. Untuk pertama kalinya dalam sejarah pilkada, Kalbar memiliki gubernur muslim.

Dalam khutbah berbahasa Arab, Habib Hanif menyinggung poin menarik, "Kuunuu rabbaniyyiin wa laa takuunuu romadhoniyyiin." Maksudnya, jadilah manusia religius dan janganlah jadi manusia bulan Ramadhan yang hanya beribadah di bulan tersebut.  Pengertian rabbani di sini selain diartikan manusia religius, juga bisa dipahami sebagai manusia langit.

Disebut manusia langit karena ia melampaui urusan yang bernuansa bumi dan dunia yang dalam urutan wujud alam semesta berada dalam posisi terendah. Sebagaimana disinggung dalam bahasa Arab kata dunia itu sendiri berasal dari kata "dani" yang berartikan rendah dan hina.

Manusia langit dalam bahasa Arab disebut manusia "samawi". Maksudnya adalah tidak lagi berurusan dengan masalah dunia karena sudah melangit atau meninggi di langit. Bila harus berurusan dengan dunia, maka tujuannya adalah bukan dunia lagi, tapi akherat. Manusia samawi terus mengerucut ke arah vertikal hingga pada titik sidratul muntaha, sebuah titik manusia yang tak mampu melewatinya.

Sangat disayangkan istilah "samawi" yang begitu sakral, kemudian disalahgunakan untuk mendukung kekuatan politik yang tak menghargai nilai-nilai samawi itu sendiri seperti kriminalisasi ulama dan pelaksanaan kebijakan bukan pro rakyat. Sangatlah naif bila "Samawi" harus menjadi kepanjangan Solidaritas Ulama Muda Jokowi. Kontradiksi!

Yang lebih memprihatinkan lagi, tidak ada wajah yang mencerminkan ulama dalam acara solidaritas yang digelar berapa hari lalu di Sentul, Bogor, dan dihadiri Presiden Jokowi. Pemandangan ini menunjukkan kalutnya rezim saat ini untuk mempertahankan kekuasaannya. Cukup satu periode untuk Jokowi. [***]

Alireza Alatas
Pembela ulama dan NKRI/aktivis Silaturahmi Anak Bangsa Nusantara (Silabna)

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA