Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Zakat Fitrah Meningkatkan Solidaritas Kepedulian Sosial

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 07 Juni 2018, 13:45 WIB
Zakat Fitrah Meningkatkan Solidaritas Kepedulian Sosial
Adnan Anwar/Humas BNPT
rmol news logo Zakat fitrah yang merupakan rukun Islam ke-3 setelah salat dan puasa, diperintahkan kepada umat Islam agar sebagai pribadi sekaligus individu yang diciptakan oleh Allah SWT memiliki tanggung jawab besar terhadap sesama umat manusia.

Zakat fitrah yang merupakan zakat badan ini diperuntukkan bagi seluruh umat manusia, seluruh umat muslim yang ada di dunia, yang tugasnya membersihkan diri termasuk dari perbuatan jahat.

"Dengan bersih di depan Allah SWT kita akan semakin meningkatkan keimanan kita dan semakin peka terhadap sesama umat Islam, sesama manusia sebangsa dan setanah air," ujar tokoh muda Nahdatul Ulama (NU), Adnan Anwar di Jakarta.

Dengan zakat fitrah ini , menurut Adnan, umat Islam juga memiliki kepedulian sosial yang sama. Sebab zakat fitrah ini diperuntukkan bagi masyarakat yang tidak mampu.
 
"Di Islam sendiri banyak orang yang kebetulan masih tidak beruntung, misalnya kaum fakir dan miskin. Ini agar supaya tidak terjadi kesenjangan dan ketidakadilan sosial, sehingga orang yang kaya dan orang yang menerima zakat (mustahiq) ini tidak berbenturan secara sosial. Yang kaya itu punya tanggung jawab sosial, yang mana orang miskin itu harus tetap dilindungi,” ujar mantan Wakil Sekjen Pengurus Besar NU ini.

Adnan mengingatkan, dalam Islam juga diwajibkan kalau ada tetangga yang tidak mampu walaupun mereka itu bukan umat Islam maka wajib juga dilindungi.

Adnan yang juga instruktur Pendidikan Kader Penggerak NU menjelaskan, implementasi keadilan sosial itu sendiri yang pertama menurut Islam, ukhuwah Islamiyah (persaudaraan dalam Islam) harus diperkuat dengan unsur ukhuwah Basyariyah (solidaritas antar sesama warga negara).
 
"Tujuannya supaya di lingkungan masyarakat kita itu terjadi kohesivitas sosial yang kuat antara masyarakat yang berbeda, baik itu  berbeda agama, maupun beda kelompoknya sehingga mereka akan saling membantu sebagai warga negara yakni sebagai sesama bangsa Indonesia," terangnya.

Jika ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah Basyariyah bisa dijalankan secara bersamaan maka akan bisa menciptakan keadilan sosial di lingkungan masyarakat.

"Dan inilah yang disebut keadilan sosial secara culture yakni bagaimana kita ini memiliki kesadaran bahwa yang tidak mampu itu harus dibantu dan  yang lemah ini harus kita angkat derajatnya agar mereka tidak merasa sendiri ketika hidup di masyarakat maupun hidup di negara," ujarnya.

Lalu yang kedua impementasi keadilan secara struktural. Di mana harus ada kebijakan dari pemerintah untuk selalu melindungi umat Islam maupun lainnya  yang tidak memiliki kemampuan harta dan keterbatasan akses berupa bantuan pendidikan, sosial atau bantuan yang lain. Dengan begitu, derajat orang-orang yang selama ini tertinggal lama-lama akan mendapatkan kesempatan yang sama.

"Jadi taraf hidupnya makin lama akan naik. Itu yang kita sebut keadilan sosial dari aspek kebijakan pemerintahan kita," paparnya.
 
Selain itu menurutnya, pandangan kelompok radikal bahwa keadilan sosial di negara ini hanya untuk kelompok muslim juga tidaklah benar. Negara merdeka ini bukan semata-mata milik umat Islam, tapi negara ini didirikan oleh banyak kelompok dan banyak golongan.

"Salah satunya adalah kelompok yang agamanya bukan umat Islam. Ini adalah kesepakatan bersama, negara ini juga diinisiasi dan didorong oleh peran aktif para ulama kita dengan menyatakan bahwa NKRI berdasarkan Pancasila ini sudah final. Karena NKRI sudah final maka seluruh pemerintahan yang ada ini harus melindungi semua kelompok yang ada di negara kita," tegasnya.

Umat Islam di Indonesia tidak dikenal istilah mayoritas dan minoritas, tetapi adalah kebijakan yang adil untuk semua kelompok termasuk orang yang berbeda agama, berbeda golongan, sehingga kedudukannya sama sebagai warga negara.

"Kita sudah menjadi negara yang Darussalam di negara ini yang mana prinsip-prinsip kedamaian, kebersamaan sebagai satu tubuh bangsa Indonesia itu harus saling dihargai,” kata peneliti di Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) ini.

Untuk itu dirinya meminta kepada umat muslim di Indonesia untuk selalu bersyukur bahwa keindahan, kebersamaan yang ada sebetulnya sedang dilihat oleh negara-negara lain.

"Hidup di Indonesia ini adalah contoh dari perilaku toleransi yang sesungguhnya karena orang Indonesia lebih memiliki peradaban untuk membangun bangsa dan  membangun umat manusia dengan cara hidup saling tolong-menolong, meskipun ada dalam banyak perbedaan-perbedaan agama ataupun perbedaan golongan," tuturnya. [wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA