Pujian itu disampaikan dalam acara Temu Sastrawan Asia Tenggara di Sabah, Malaysia yang berlangsung pada tanggal 4 hingga 5 April 2017. Dalam acara ini turut dibahas sejumlah isu sosial yang ada dalam 24 buku puisi Denny JA.
“Denny JA sengaja memilih isu sosial tidak popular untuk dituangkan dalam puisi-puisi esainya, sehingga muncul kontroversi. Dan sangat sedikit sastrawan yang berani mengambil resiko berhadapan dengan massa mayoritas,†kata penyair yang juga Pemimpin Redaktur (Pemred) majalah sastra Horison, Jamal D. Rahman dalam acara itu, sebagaimana keterangan tertulis yang diterima redaksi, Kamis (6/4).
Sementara itu, Presiden Dewan Bahasa dan Sastra Sabah, Jasni Matlani menilai Denny JA melanjutkan gaya sufistik Hamzah Fansuri, Chairil Anwar, dan Abdul Hadi WM yang mendobrak konsep ketuhanan. Ia mencontohkan puisi berjudul “Burung Trilili Bertengkar dalam Persepsi†yang menggedor ideologi, pemikiran, dan konsep ketuhanan yang stagnan selama ini.
"Saya mengagumi Denny JA karena puisi-puisinya sangat inspiratif," ujarnya.
Sedangkan Haji Ibrahim dari Akademi Pengajian Brunai Universitas Brunai Darussalam menilai puisi esai karya Denny JA mempunyai style yang berbeda dengan kebanyakan karya puisi yang ada. Setiap puisi esai karya Denny JA ada isu sosial yang berbasis peristiwa nyata, yang menyelipkan banyak pengajaran atau pesan-pesan sosial kepada masyarakat.
“Ini memperlihatkan bahwa Denny JA adalah seorang penyair yang luar biasa, menghasilkan puisi-puisi komit dengan gaya baru dan sangat terikat dengan status sosial di sekelilingnya,†ungkapnya.
Pengkaji sastra asal Thailand, Phaosan Jehwae bahkan menilai puisi Denny JA bukan puisi biasa. Kata dia, ada kepekaan sosial, kemahiran mengolah bahasa, dan kecerdasan pikiran dalam setiap karya pendiri Lingkaran Survei Indonesia itu (LSI).
"Hal-hal seperti itulah yang dimiliki Denny JA," pungkasnya.
[ian]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: