Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kronologi Rusuh di Desa Wahai, Seram Utara

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Selasa, 16 Desember 2014, 17:45 WIB
Kronologi Rusuh di Desa Wahai, Seram Utara
rmol news logo Aksi protes masyarakat Seram Utara menuntut lepas dari Kabupaten Maluku Tengah, pada pekan lalu, berakhir rusuh.

Dilaporkan, tiga kantor kecamatan ludes terbakar dalam kerusuhan itu, berikut rumah dinas camat, kapal serta penginapan milik keluarga Bupati Malteng, Abdullah Tuasikal juga rata dengan tanah. Tiga kantor kecamatan tersebut berada di Wahai, Kobisadar dan Kobisonta. Beberapa warga juga dilaporkan terluka dalam kejadian tersebut.

Informasi yang diperoleh redaksi, sebelum terjadi aksi bakar, massa berjumlah sekitar 30-an orang sempat memblokade jalan raya dari Seram Utara menuju Kota Masohi dan Kabupaten Seram Bagian Timur atau sebaliknya lumpuh total, Kamis (11/2) lalu.

Blokade jalan dilakukan tepat di dekat kawasan hutan Pasanea yang merupakan satu-satunya akses jalan darat menuju Kecamatan Seram Utara dan SBT. Aksi blokade jalan itu terjadi pasca pidato Bupati Abua Tuasikal di Sidang Paripurna DPRD Malteng yang menolak memekarkan Kecamatan Seram Utara Teluk Dalam.

Untuk lebih jelasnya, berikut kronologi kejadian seperti dikutip dari rilis Ikatan Keluarga Seram Utara dan TIM Perumus dan Percepatan Pemekaran Kabupaten Seram Utara Raya kepada redaksi, hari ini (Selasa, 16/12).

 Permasalahan utama dari kejadian ini yaitu tuntutan masyarakat kecamatan Seram Utara yang kurang lebih tujuh tahun berjuang untuk memekarkan diri menjadi kabupaten Seram Utara Raya. Namun rekomendasi yang telah mendapat persetujuan dari Gubernur Maluku, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupeten Maluku Tengah ini ditolak oleh Bupati Maluku Tengah, Abua Tuasikal yang disampaikan secara terbuka dalam sidang paripurna DPRD pada Kamis (11/12).

 Perwakilan masyarakat dari beberapa desa di Kecamatan Seram Utara (Induk), Seram Utara Timur Kobi, Seram Utara Timur Seti, Seram Utara Barat, dan warga dari calon kecamatan baru yaitu Kecamatan Teluk Dalam, menjadi marah karena penolakan Pemkab tersebut.

 Pasca pidato bupati, masyarakat yang sejak Selasa (9/12), berunjuk rasa kemudian bergerak menuju perbatasan Malteng dengan Seram Utara untuk melakukan pemblokiran jalan.

 Kemarahan ini juga menular ke masyarakat di Kecamatan Seram Utara (Induk), Seram Utara Timur Kobi, Seram Utara Timur Seti, Seram Utara Barat dan calon kecamatan baru yaitu Kecamatan Teluk Dalam. Sehingga pada Kamis malam, masyarakat melakukan tindakan pembakaran terhadap kantor kecamatan Seram Utara (Induk) di desa Wahai.

 Jumat (12/12), kemarahan masyarakat semakin menjadi yang diluapkan dengan membakar dua kantor kecamatan lagi di Seram Utara Timur Kobi dan Seram Utara Timur Seti, termasuk aset milik bupati yaitu satu buah kapal ikan dan satu penginapan.

 Alasan pembakaran kantor kecamatan di Desa Wahai,  dikarenakan kekecewaan mereka terhadap bupati yang sudah pernah menjanjikan untuk memekarkan Seram Utara menjadi kabupaten baru. Selain itu karena masyarakat di sana menganggap bahwa camat Seram Utara tidak aspiratif, lebih cenderung menjadi kaki tangan bupati dan eks bupati, dan juga jarang menetap di kota kecamatan.

 Malam harinya sekitar pukul 7 WIT, pasukan gabungan yang terdiri dari Brimob Polres Malteng dan juga TNI memasuki Desa Wahai dengan mengendarai dua truk tronton.

 Informasi dari warga masyarakat yang menjadi saksi mata dan juga korban penganiyaan, aparat Brimob malteng tanpa imbauan dan tindakan persuasif apa-apa, langsung bertindak represif ( menganiaya) terhadap masyarakat yang ditemui di jalan.

 Mereka melakukan pengeledahan dari rumah ke rumah untuk mencari para pemuda Wahai. Banyak pemuda serta orang tua yang terpaksa lari kehutan karena takut terhadap ancaman serta tindakan refresif pasukan Brimob.

 Perlu diketahui bahwa kedatangan pasukan gabungan Brimob-TNI sama sekali tidak mendapatkan perlawanan dari masyarakat. Dan sewaktu kedatangan pasukan, banyak masyarakat yang sudah masuk di rumahnya masing-masing karena sudah malam dan juga karena ada hujan lebat yang mengguyur Desa Wahai.

 Menurut saksi mata, ada sekitar empat orang warga yang diseret ke kantor Polsek dan dianiaya oleh pasukan Brimob.

 Jam malam pun diberlakukan oleh polisi.

Keesokan harinya, yakni Sabtu (13/12) pukul 3 WIT,  aparat Brimob melakukan penangkapan secara besar-besaran disertai kekerasan terhadap warga dan juga properti bersangkutan yang juga disertai tembakan (bukti proyektil peluru ada di masyarakat).

 Saksi mata (keluarga korban penangkapan) menyebutkan, aparat memasuki rumah mereka di saat penghuni rumah sedang tertidur lelap. Aparat Brimob yang masuk ke rumah warga menggunakan cara-cara kekerasan seperti ancaman akan menembak bila mereka tidak keluar rumah, mendobrak dan merusak pintu rumah dan jendela, serta melakukan penangkapan tanpa alasan jelas.

 Diperkirakan, ada sekitar 35 warga yang ditangkap, yang terdiri dari anak di bawah umur, wanita, orang tua dan pemuda.

 Hari Sabtu pagi, sekitar jam 08.00 WIT, mereka yang sudah ditangkap pada jam 3 dinihari diangkut dan dibawa ke Polres Malteng. Kondisi mereka sangat memprihatinkan karena diperlakukan bagai tersangka teroris atau separatis. Mereka diikat dengan tali dan ditarik-tarik menuju kendaraan yang akan membawa mereka ke kantor Polres. ( Jarak antara kota kabupaten Malteng dengan kota kecamatan Seram Utara sekitar 4 jam perjalanan).

 Setelah mendekati kantor Polres, mereka dipaksa untuk berjalan jongkok (jalan bebek).
 
 Atas kejadian pada jam 3 dinihari, semakin bertambah banyak para pemuda dan orang tua yang lari ke hutan untuk bersembunyi disana. Kondisi mereka sangat memprihatinkan.

 Hingga hari Minggu  (14/12), Brimob masih melakukan pengejaran terhadap warga yang bersembunyi di hutan.[wid]

 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA